PELATIHAN
PENERAPAN
DAN
MANAJEMEN METODE AMTSILATI*
Bagaimana metode
pengajaran amtsilati?
Setiap jilid terdiri dari beberapa guru spesialis, ada
spesialis jilid satu, spesialis jilid dua dan seterusnya, ada spesialis praktek
dan spesialis menilai.
Misalnya, ada anak 100 orang atau 40 orang diajari amtsilati
jilid satu semua, pengajarannya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Tidak terlalu cepat artinya tidak terlalu mengikuti
kemauan anak-anak yang cerdas, sementara bagi anak yang bodoh tidak mampu
mengikuti. Jangan terlalu lambat artinya jangan kita menuruti kemauan anak yang
lambat, sehingga anak yang pandai jadi jenuh dan meremehkan pelajaran. Anak
yang memang sangat lambat, ditinggal saja agar hanyut sampai khatamnya jilid
satu.
Usahakan dalam waktu seminggu atau dalam 10 hari bisa
khatam. Sehari 3 sampai 4 kali pertemuan, masing-masing 45 menit dengan
perincian 10 menit pertama mengulangi rumus qoidah pelajaran kemarin, 25 menit
penambahan materi, dan 10 menit terakhir menghafalkan rumus qoidah dari
pelajaran yang diajarkan tadi, kemudian bisa mengikuti tes tulis dan lisan.
Anak yang mencapai nilai 9 naik ke jilid II, sementara
anak yang nilainya kurang dari 9 koma tetap mengulangi dari jilid awal. Jilid
II pun proses pengajarannya sama, pada saat mengulangi jilid I, bila ada anak
baru, anak tersebut langsung saja mengikuti walaupun sudah sampah tengah.
Kemudian di test, bila ternyata bisa 9 koma, maka naik. Bila tidak,maka
mengulangi dari awal. Berarti kenaikan kelas waktunya hanya seminggu atau
sepuluh hari.
Bagaimana
jika gurunya hanya satu?
Bila gurunya hanya satu, maka anak yang lulus jilid satu,
kita ambil anak yang paling cerdas, atau ada bakat leadership (kepemimpinan),
kita ambil sebagai guru atau ketua kelompok yang mengajar jilid I dan guru tadi
mengajar jilid II.
Dengan demikian, ada regenerasi dan ada rasa kebanggaan
tersendiri, bahwa ia bisa menjadi guru, karena ia harus memikir balik bagaimana
ia bisa menerima pelajaran dan ia bisa mengajarkan.
Memang harus mengorbankan waktu dan pelajaran satu anak
untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu untuk banyak anak.
Maka ia akan membaca sendiri, dan kalau bisa ia tanya
pada temannya yang jilid II atau ada prioritas tersendiri bagi anak tersebut
tentang kenaikan jilid, atau guru memberikan peluang waktu untuk anak yang jadi
guru tersebut, dan ia punya kebanggan untuk mempertahankan prestasinya.
Bagaimana
jika ruangannya hanya satu?
Kita bisa jadikan lima
kelompok walaupun satu kelas. Walaupun suaranya bersaingan keras, tapi Insya
Allah konsentrasi tetap satu kelompok dan justru ada kesemangatan yang menjadi
ketua kelompok masing-masing yang sekaligus menjadi guru dan guru aslinya hanya
menjadi pengawas.
Apa
manfaat dan bedanya sistem semacam itu?
Manfaatnya banyak, menurut saya inilah yang disebut
pendidikan berbasis kompetensi (kemampuan) dan berbasis kompetisi. Anak akan
selalu bersaing, dalam persaingan sehat. Anak yang pinter cepat selesai dan
yang bodoh akan matang walaupun lama.
Hal tersebut akan mengilangkan image (pandangan) orang
bahwa anak pintar itu pasti nakal.
Kenapa
nakal?
Karena kalau sistem dulu, anak yang cerdas menjadi malas
karena guru selalu mengulang-ulang keterangan, meski bertujuan agar anak yang
bodoh bisa mengikuti. Disamping malas, ia akan gaduh bahkan merasa sombong dan
meremehkan dan merasa sudah bisa. Hal ini akan justru akan menggangu anak yang
bodoh, bahkan ia berusaha bolos dengan alasan ia sudah bisa dan mencari suasana
baru.
Bagaimana
jika gurunya masih sama-sama dalam taraf belajar?
Inilah kelebihan amtsilati. Meskipun gurunya tidak ahli
nahwu, atau sama sama belajar, tetap bisa mengajarkan amtsilati.
Ini sesuai dengan
sabda nabi : كَلِّمِ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ عُقُوْلِهِمْ
Bukankah
nanti justru menurunkan kwalitas anak?
Itu memang suatu resiko atau dampak negatif dari satu
sisi, tetapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Pada sisi yang lain ada dampak positifnya, yaitu memacu
guru agar selalu belajar. Walaupun demikian ada solusi terbaik, yaitu : guru
setelah belajar metode dengan koordinator setempat. Apa yang dipahami bisa
disampaikan pada anak, lalu guru belajar lagi, kemudian disampaikan kepada anak
lagi yang Insya Allah bisa.
Bila ada pertanyaan yang lebih dari itu, jawabannya nanti
ada pembahasannya walaupun belum bisa, kenapa? Karena amtsilati berjalan
setapak demi setapak tidak meloncat-loncat dan mempelajarinya harus berurutan
sesuai dengan petunjuk yang ada.
Bagaimana
kalau amtsilati dimasukkan di kurikulum sekolah formal, sementara kurikulum itu
sudah sangat padat?
Yaitu dengan mengganti pelajaran yang tidak perlu dengan
pelajaran amtsilati. Tetapi menurut saya, yang lebih efektif adalah lebih baik
setiap hari ada walaupun seperempat jam, daripada dua jam tapi seminggu sekali.
Hal ini lebih baik karena dengan setiap hari ada, maka ada dua keterkaitan
terus. Caranya adalah sebelum masuk sekolah seperempat jam kita mengulangi
rumus dan qoidah setiap hari. Disamping menambah pelajaran yang sesuai dengan
kemampuan.
Bagaimana
memadukan sistem amtsilati dengan sistem lama, dimana guru membaca dan santri
mencatat?
Amtsilati merupakan ilmu teori yang harus dipraktekkan.
Tanpa dipraktekkan, maka tidak akan berkembang.
Cara memadukannya ada macam-macam. Diantaranya : kita
mengajarkan atau perpaduan dengan sistem lama. Caranya adalah guru ngaji kitab
apapun. Saat guru mengaji, membawa daftar absen seluruh anak sesuai dengan
kelompok jilid masing-masing. Setiap kata langsung dilontarkan pertanyaan
sesuai dengan kemampuannya. Dengan begitu, anak tidak mengantuk walaupun
duduknya berada dibelakang. Ia tetap terjangkau, aktif, komunikatif dan
dialogis. Guru jangan bertanya kepada murid tentang pelajaran yang belum
sampai, sehingga ia tidak punya rasa takut, karena pertanyaan hanya sesuai
dengan jilid masing-masing. Anak tidak malas, tidak gegabah dan tidak meremeh.
Dengan sistem ini, berarti amtsilati sudah masuk dalam
tataran praktek penerapan ke kitab. Kemudian guru menerangkan maksud dari
materi pengajian yang ada.
Inti dari sistem ini adalah aktif, komunikatif dan
dialogis. Kenapa tidak mengantuk? Karena murid malu bila berdiri, maka berusaha
untuk bisa dengan selalu berpikir. Dengan demikian anak-anak yang tidak
mengajipun akan diketahui dengan tanpa harus melihat anak langsung. Tapi cukup
dengan melihat absen. Bila ada qoidah yang sulit, maka dibaca bersama-sama agar
semuanya bisa tahu dan hafal.
Apa
syaratnya mempelajari amtsilati?
Syarat secara umum bisa membaca Indonesia dan
arab. Secara khusus harus bisa berjiwa seperti anak yang seakan-akan belum
pernah mengenal sama sekali.
Apa
yang menjadikan amtsilati bisa berhasil?
Amtsilati merupakan materi pembelajaran bagi pemula, baik
pemula kanak-kanak atau pemula kawak-kawak (tua). Cirinya pemula kawak-kawak
adalah : berjenggot, sedangkan amtsilati berusaha untuk menghilangkan jenggot
yang ada dalam kitab sedikit demi sedikit.
Contoh yang telah ada : simpel, ringan, diulang terus
menerus dalam contoh yang berbeda-beda dalam pembahasan yang sama, dan setiap
hari bertemu. Kalau dulu contohnya Ja'a Zaidun (Zaid sudah datang) tapi
tidak pernah bertemu, sehingga orang membayangkan seperti apa Zaid. Kemudian
gara-gara tidak bertemu, padahal Zaid sudah datang, maka "Amar
menunggu" (Qoma 'Amrun). Karena terlalu lama menunggu, bertemu satu
kali maka "dipukullah Zaid" (Dhorobtu Zaidan). Apakah contoh
yang seperti ini salah? Tidak salah, tapi butuh jembatan. Maka amtsilati ini
sebagai jembatannya.
Kata yang sudah dibahas tidak ada harokatnya, tujuannya
agar anak selalu berfikir sesuai dengan kemampuannya, karena setiap ia membaca
pasti menemui kata yang tidak ada harokatnya. Berarti ia setiap detik
menghadapi ujian.
Amtsilati adalah sistem yang sedikit teori banyak
praktek. Pengertian-pengertian yang belum perlu tidak diberikan. Suatu contoh,
anak yang menangis minta makan, maka langsung saja kita suapin makanan yang ada.
Jangan ditanya tentang pengertian makan. Jika itu dilakukan maka yang terjadi
adalah anak itu tidak jadi makan, semakin kelaparan. Walaupun kita tidak
memberikan pengertian makan, anakpun sudah kenyang.
Katanya
enam bulan anak sudah bisa membaca, tapi kenapa anak yang sampai jilid V kok
belum bisa membaca kitab?
Jilid I sampai III adalah pembahasan tentang isim. Jilid
IV dan V adalah pembahasan tentang fi'il. Ibarat orang memasak, jilid I sampai
III adalah nasi. IV dan V adalah lauk pauk dan kerupuk. Semuanya sudah matang
dan tersedia. Pertanyaan selanjutnya : kok perut saya masih lapar? Jawabnya
memang belum dimakan, baru memasak. Cara memakannya adalah dengan praktek tatimmah.
Ibarat orang orang membangun rumah sudah punya bata, semen dan bahan-bahan yang
lain. Kok masih kehujanan? Karena belum dirangkai atau dibangun. Membangunnya
dengan praktek memakai tatimmah.
Apakah
semua kitab bisa dibaca?
Tinggal kitabnya berbahasa apa? Kalau berbahasa Inggris
jelas tidak bisa, karena memang bukan pembahasannya.
Kenapa
tidak semua Alfiyah dimuat, kok hanya sebagian kecil saja? Apakah yang lain
tidak penting?
Semuanya penting. Cuma ada yang lebih penting sebagai
skala prioritas. Ibarat kita membangun pondasi, yang diperlukan adalah batu,
semen, pasir dan kapur. Apakah keramik tidak diperlukan? Diperlukan, tapi belum
waktunya.
Menurut
Saya, metode amtsilati tidak salaf dan belum tentu barokah.
Kita tinjau dulu, apa yang disebut dengan salaf. Apakah
yang dimaksud salaf itu kitab yang kuno-kuno yang hampir dimakan rayap?
Amtsilati pembahasannya berisi tentang ayat- Al-Qur'an. Apakah ayat Al-Qur'an
tidak salaf? Malah justru aslaf (lebih salah).
Tentang barokah kita tinjau dulu, apa yang disebut
barokah? Barokah adalah tambahnya kebaikan. Kalau dulu saya menghafalkan
alfiyah baru faham tiga tahun kemudian. Sedangkan amtsilati dibaca sekarang
langsung faham. Pertanyaan kemudian, barokah mana yang dimaksud?
Apakah
metode amtsilati tidak menghilangkan "tuluz zaman"?
Kita tinjau dulu apa penertian tuluz zaman. Tul artinya
panjang. Zaman artinya waktu. Jangan diartikan dengan lamanya mondok atau
sekolah, tapi artikanlah dengan lamanya belajar atau mengaji. Lima tahun sekolah atau mondok, tapi menonton
film terus, itu lebih baik tiga bulan, tapi belajar terus. Dengan adanya
pengertian tersebut, maka tidak ada batasan waktu dan ruang dalam urusan
belajar dan mengaji.
Dengan
adanya amtsilati, bukankah mendorong anak untuk malas belajar yang lain?
Telah kita jelaskan bahwa amtsilati bukan segala-galanya,
masih butuh bimbingan dan belajar yang banyak. Amtsilati pembahasannya tingkat
dasar. Amtsilati adalah alat, bukan tujuan. Ibarat carry, bila jarak
perjalanannya dekat,maka mobil tersebut sudah cukup untuk mencapai tujuan
tersebut. Tapi bila perjalannya jauh, maka ia harus memperhatikan kondisi mobil
tersebut dan waktu yang ditempuh dengan melihat kesempatan yang ada dan
keuangan yang dimiliki. Bila mempunyai uang yang cukup, maka lebih baik membeli
kijang dengan menukarkan mobil tersebut. Dengan hal tersebut, maka keuangan yang
kita keluarkan tidak terlalu banyak karena sudah ada modal dari uang carry,
tinggal menambah sedikit. Kalau ternyata
tidak punya uang, sedangkan waktu mendesak, pakai carry pun masih bisa sampai
pada tujuan dengan syarat harus hati-hati dan waspada dan banyak bertanya.
Lebih baik bila ada sopir yang mendampingi agar tidak banyak mengeluarkan energi
hanya sekedar untuk bertanya. (K2)
*
Pelatihan disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah Kwaron Diwek
Jombang 61471
Telp. 0321-864578/862021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar